Awas! Daging Kurban Bisa Jadi Haram

Menyembelih hewan kurban tidak boleh asal. Jika salah dalam menangani, daging kurban dapat berubah dari barang yang halal menjadi haram

BERKURBAN di bulan Dzulhijjah adalah amalan agung yang disyariatkan. Dalam Hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, Nabi SAW menyatakan: “Ketika hari raya Idul Adha tidak ada amalan yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla selain berkurban.”

Dalam pelaksanaannya, kurban tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada syarat dan adab yang harus dipenuhi agar mendapatkan keutamaan terbaik. Jika tidak, maka bisa saja daging kurban menjadi haram.

Karena itu, sangat penting untuk memperhatikan apa saja yang dapat menyebabkan daging kurban menjadi haram.

Daging Kurban Jadi Bangkai

Pemotongan daging hewan kurban harus dilakukan saat hewan sudah dipastikan dalam keadaan mati. Bila masih dalam keadaan hidup, maka hewan tersebut mati bukan karena disembelih namun karena kesakitan akibat dipotong bagian-bagian tubuhnya. Daging kurban yang semacam ini malah tergolong daging bangkai dan haram hukumnya.

“Semua yang dipotong dari hewan dalam keadaan masih hidup adalah bangkai.” (Riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Peringatan ini pernah disampaikan Direktur Halal Center Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Nanung Danar Dono, PhD. Menurutnya, salah satu penyebab daging kurban yang halal berubah menjadi haram adalah ketidaksabaran petugas penyembelihan. “Kalau hewan sembelihan itu belum mati lalu dipotong-potong, bisa jadi dagingnya menjadi tidak halal,” katanya dikutip dari Halacorner.id.

Jika hewan belum mati namun sudah dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, atau dikuliti, artinya itu memotong kaki, ekor, atau mengulitinya hidup-hidup. Hewan bisa kesakitan dan mati. Bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa.

Itu sebabnya, sebelum menguliti, petugas yang menangani penyembelihan hewan kurban harus memastikan bahwa hewan itu sudah benar-benar mati karena disembelih. Untuk memastikan hewan itu sudah mati atau belum, dapat dilakukan pengecekan melalui tiga titik reflex, yaitu refleks mata, refleks kuku, dan refleks ekor.

Refleks pertama adalah mata. Mata yang masih bereaksi atau berkedip, meski telah disembelih, memastikan hewan tersebut masih hidup karena syarafnya masih aktif. Berbeda dengan hewan yang sudah mati, mata tidak akan memberikan reaksi saat ujung jari kita menyentuh pupil matanya.

Refleks berikutnya adalah refleks ekor. Ekor hewan merupakan salah satu tempat berkumpulnya ujung-ujung syaraf yang sangat sensitif sehingga ekor yang masih hidup akan bergerak saat disentuh. Hewan sembelihan yang telah mati tidak akan bereaksi meskipun batang ekornya ditekan kuat.

Refleks ketiga adalah kuku. Di antara kuku kaki hewan kurban terdapat bagian yang sensitif bila ditekan. Gunakan ujung pisau yang runcing. Bila bereaksi, maka dipastikan hewan tersebut masih hidup. Dan apabila tidak beraksi berarti hewan tersebut sudah mati.

Perhatikan Cara Penyembelihan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberika pedoman umum terkait penyembelihan kurban. Melalui Fatwa Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal, MUI memberikan pedoman terkait hewan yang disembelih, penyembelih, alat yang digunakan, dan proses penyembelihan.

Standar hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan. Hewan harus dalam keadaan hidup ketika disembelih dan kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.

Syarat penyembelih: beragama Islam dan sudah akil baligh, memahami tata cara penyembelihan secara syar’i, dan memiliki keahlian dalam penyembelihan.

Alat yang digunakan pun tak boleh asal. Standar alat penyembelihan: harus tajam dan bukan berupa kuku, gigi/taring, atau tulang.

Dalam pedoman itu MUI juga menegaskan standar proses penyembelihan hewan kurban yaitu:

1. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut asma Allah SWT

2. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan, saluran pernapasan/tenggorokan, dan dua pembuluh darah

3. Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat

4. Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan

5. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.

Daging kurban disunnahkan untuk didistriusikan segera setelah disembelih agar manfaat dan tujuan penyembelihan hewan kurban dapat terealisasi, yaitu kebahagiaan bersama dengan menikmati daging kurban.

Sedangkan menyimpan sebagian daging yang telah diolah dan diawetkan dalam waktu tertentu untuk pemafaatan dan pendistribusian kepada yang lebih membutuhkan diperbolehkan.
MUI memberikan standar pengolahan, penyimpanan, dan pengiriman yaitu:

1. Pengolahan dilakukan setelah hewan dalam keadaan mati oleh sebab penyembelihan

2. Hewan yang gagal penyembelihan harus dipisahkan

3. Penyimpanan dilakukan secara terpisah antara yang halal dan nonhalal

4. Dalam proses pengiriman daging, harus ada informasi dan jaminan mengenai status kehalalannya, mulai dari penyiapan (seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam container), pengangkutan (seperti pengapalan/shipping), hingga pengiriman.

MUI juga menyerukan saat proses penyembelihan hewan kurban untuk dihadapkan ke kiblat dan penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara manual tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan semacamnya.

Hukum pemingsanan untuk mempermudah proses penyembelihan hewan diperbolehkan, dengan syarat hewan hanya pingsan sementara dan tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen. Tapi untuk penerapan stunning, MUI menghimbau dalam pemilihan dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli.*

(Sumber: Majalah Suara Hidayatullah edisi Juli 2020)

Penulis: No Perfect

MENGAPA KEJAHATAN selalu bisa kompak BERSATU? Karena, KEBENARAN tidak pernah membutuhkan SEKUTU!”

Tinggalkan komentar