Tinta Hitam Kezaliman

Oleh: Dairy Sudarman | Pemerhati politik dan kebangsaan.

AKANKAH 22 April 2024 menjadi sejarah paling kelam bagi bangsa ini? Paling kelam dikarenakan MK selaku lembaga penjaga konstitusi itu justru merobek-robeknya sendiri:

Manakala putusan 90 sebagai anak haram konstitusi itu diabaikan.

Manakala anak kandung dari Jokowi sang Presiden produk melakukan cawe-cawe sendiri jelas-jelas melanggar konstitusi itu pun dibiarkan.

Etika dan hukum kemuliaan tertinggi konstitusi Pancasila dan UUD 1945—para founding father’s wujudkan dengan perjuangan merebut kemerdekaan telah mengorbankan jutaan korban berguguran bertumpah darah.

Takkan berarti apa-apa hanya sekedar “mempertahankan” tak setahi kuku keluarga politik dinasti.

Yang justru tidak tengah membangun keberlangsungan ke berperadaban bangsa, tetapi membiarkan keberbiadaban bangsat merajam semakin menguasainya.

Kebiadaban kebangsatan bangsat-bangsat itu berasal dari kroni-kroninya dan oligarki Istana.

Di pertontonkan begitu vulgar di sidang MK demi uang disewa dengan bayaran yang amat mahal —mengaku para pengacara paling ulung dan kesohor di Republik ini—sesungguhnya mereka melakukan pembelaan “imajiner” yang justru di atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh para penguasa tuan besarnya sendiri yang tidak tanpa disadarinya.

Menginjak-injak, melecehkan, dan menghina hak daulat dan kedaulatan rakyat. Segalanya hanya dengan kekuasaan uang.

Maka, sidang sengketa Pilpres PHPU di MK dijadikan ajang pemelintiran, pengaburan dan penyangkalan, serta pengelabuan atas segala kebenaran dan keadilan yang terhampar jelas dicemari dan ditutupi kotoran kecurangan dan keculasan.

Denominasi parsialistik kecurangan secara kuantitatif apalagi keculasan secara kualitatif keburukan-keburukannya semakin menyengat-menyengit bau busuk segala tingkah laku dan polah kebangsatan tadi.

Demikian pun di kancah fraksi politik berupa upaya melakukan Hak Angket diblokir dan dibarikade jalannya.

Dengan cara mengintimidasi, menginfiltrasi dan menyandera melalui pelbagai modus dan kasus. Baik secara personal maupun fraksi-komisi di lembaga DPR wakil rakyat itu.

Sehingga, lembaga legislasi itu pun lumpuh dan “mati suri” sebelum secara imparsial para fraksi-fraksi itu akan memenangkan perang penyelidikan dan penyidikannya sekalipun.

Padahal, sesungguhnya secara causa-prima dalangnya pun sebagai Penangungjawab, adalah Presiden Jokowi sendiri. Holopis kuntul baris?

Hingga, saking pelik dan kompleksitas masalah PHPU dan Hak Angket dilumuri semakin tebalnya racun kecurangan dan keculasan ini, maka sebagai bentuk masih tingginya ketahanan dan pertahanan penegakkan demokrasi dan demokratisasi dari bangsa ini bermunculanlah yang sesungguhnya merupakan penawar racunnya itu, Amicus Curiae.

MK sebagai salah satu lembaga peradilan dan pengadilan, ternyata harus disyukuri masih begitu banyak memiliki sahabat pengadilan.

Berasal dari 303 Guru Besar Hukum dan Tata Negara, 241 perguruan tinggi, Tokoh nasional penegak demokrasi sekaliber Megawati Soekarnoputri dan Imam Besar Habib Rizieq Syihab.

Sahabat-sahabat baik pengadilan inilah untuk mengingatkan MK kembali agar jangan sampai diintervensi dan diinfiltrasi lagi oleh kekuasaan.

Amicus Curiae itu bertujuan menegakkan dan ditegakkan jalan kejujuran, kebenaran dan keadilan.

MK itu harus menunjukkan indepedensinya sebagai upaya mengembalikan marwah, harkat dan martabat sejatinya dengan melakukan kesungguhan taubatan nashuha untuk mengejawantahkan kepentingan bangsa —bukan kepentingan bangsat Asyari Usman berujar — tidak instan bersifat kekinian saja yang sudah sepantasnya mendiskualifikasi Gibran dan paslon 02, tapi mampu melihat dan memproyeksikan kepentingan bangsa untuk jangka panjang ke depan.

Jika MK itu tak demikian, masih tak mengejawantahkan putusannya kepada jalan kejujuran, kebenaran dan keadilan. Maka, yang ditorehkan dalam keputusannya, adalah tinta hitam kezaliman.

MK, tidak hanya kemudian membela benar-benar keberadaan Makhamah Keluarga. Tetapi, lebih dari itu MK telah mempelopori terbentuknya rezim baru yang disebut Makhamah Kerajaan.

Ternodai dan dinodai akibat MK salah mengambil putusan dirinya. NKRI pun pupus hancur lebur, berganti dengan negara gaya baru Negara Kerajaan Republik Indonesia. Melumatkan tinta emas sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa dan harapan rakyatnya.[]

MustIkasari-Bekasi, 21 April 2024

Penulis: No Perfect

MENGAPA KEJAHATAN selalu bisa kompak BERSATU? Karena, KEBENARAN tidak pernah membutuhkan SEKUTU!”

Tinggalkan komentar